Penggunaan kalimat dalam parenting rasanya perlu menjadi perhatian. Meski terkesan sepele, nyatanya sebuah kalimat juga dapat membuat anak Anda sendiri merasakan hal-hal tertentu. Bisa jadi merasakan adanya ketidakpuasan, tidak hargai dan tidak dilihat dari orang tua.
Meski tidak semua, anak dapat menjadi jauh dari Anda seperti yang Anda harapkan dekat pada awalnya. Apalagi jika hal seperti ini dilakukan layaknya kebiasaan yakni secara terus menerus.
Jika tidak hati-hati Anda justru akan terjerumus pada toxic parents. Coba kita ingat-ingat lagi apa saja yang sudah kita sampaikan kepada anak terutama pada saat Anda sebagai orang tua, dalam keadaan mood buruk.
Jika pada saat mood baik saja kalimat yang Anda ucapkan untuk merespon anak sudah salah, anak akan enggan untuk banyak bercerita pada Anda dan hanya akan menyampaikan hal yang penting saja. Misalnya saja ketika anak mengatakan bahwa ia lulus sekolah dengan nilai sekian.
Anda merasa nilainya tidak cukup baik dan justru merespon “kenapa ga segini?”. Bayangkan perasaan anak Anda yang mungkin mereka mencapai posisi tersebut butuh usaha lebih keras dibandingkan dengan anak lainnya.
Pemahamam mengenai anak ini mencakup pada karakter dan kemampuan anak. Jika anak membutuhkan belajar ekstra, Anda harus menghargai seberapa pun nilai yang ia dapatkan agar ia bisa termotivasi untuk belajar lebih lagi.
Bayangkan rasanya menjadi posisi anak yang direspon negatif oleh orang tua meski dalam mood baik sekalipun. Alih-alih bersemangat belajar lagi, ia akan cenderung merasa apapun usaha yang dilakukan olehnya akan sia-sia dihadapan Anda.
Maka penggunaan kalimat dalam parenting menjadi hal yang utama.
Satu hal yang harus diperhatikan pula adalah, pendampingan pemberian pola asuh dari ilmu parenting dan agama terkadang bisa tidak saling mengisi. Maka Anda sebaiknya tetap memberikan keduanya.
Lalu apa yang harus dilakukan agar penggunaan kalimat dalam parenting ini menjadi lebih baik?
Pahami Karakter Anak
Pastinya sebagai orang tua Anda merasa paling memahami anak bukan? Padahal tidak semua anak dengan mudah dapat dipahami dirinya. Bahkan diri mereka sendiri saja sulit untuk memahami dirinya jika tidak dibimbing untuk memahami emosi dirinya.
Ini yang sering luput dari parenting.
Anak tidak diajarkan untuk memahami dan mengelola emosi mereka sendiri. Memahami emosi ini melibatkan pengalaman dari anak sendiri.
Biarkan ia merasakan apa itu sedih, apa itu marah, apa itu kecewa dan beragam emosi lainnya.
Jika ia sudah merasakannya maka akan dengan mudah bagi anak untuk belajar mengelola emosinya dengan baik dan tidak dipenuhi dengan emosi negatif.
Karakter seorang anak tentu berbeda-beda di mana ini dipengaruhi oleh beragam faktor mulai dari orang tua dan lingkungan tempat ia dibesarkan.
Termasuk penggunaan kalimat dalam parenting saat ia tumbuh besar.
Semua kata yang keluar dari lingkungannya terutama orang tua dalam merespon sesuatu akan dengan mudah ia dengar dan akan dia pelajari.
Untuk itu sebaiknya berikan contoh yang tepat kepada anak agar ia dapat belajar untuk mengenal dan mengelola emosi dengan baik sejak dini.
Gunakan Kalimat Positif
Alih-alih menggunakan semua kata yang terpikirkan secara impulsif oleh pikiran sendiri, lebih baik hela napas sejenak dan pikirkan kalimat positif yang akan dikatakan pada anak baik untuk anjuran atau ketika anak melakukan kesalahan.
Berkata buruk dan melabeli anak tidak akan membuat anak paham. Anak justru paham akan rasa takut dan salah kelola.
Penggunaan kalimat dalam parenting yang sebaiknya dirubah contohnya adalah “Kamu gini aja gak bisa” atau “lihat nih perbuatanmu, jadi kotor semua”. Lebih baik ganti dengan kalimat “kita belajar bareng-bareng yuk, susahnya di mana? Mama ajarin” atau “supaya ga kotor kayak gini mendingan kita pake cara lain yuk buat bersih-bersih” atau “biar ga kotor kita pisah aja lap nya ya”.
Pentingnya kalimat positif ini agar anak tidak merasa terluka karena kemarahan orang tua yang seolah-olah tidak menyayangi anaknya sendiri.
Lagipula anak juga manusia yang kita tidak pernah tahu apa yang sedang ia rasakan atau alami.
Contohkan Bersama
Anda juga bisa mencontohkan respon terhadap sesuatu baik dengan verbal maupun non-verbal. Misalnya saja ketika Anda kaget mainan anak berantakan. Ketahui dulu mainan berantakan memang wajar karena dimainkan oleh anak.
Yang penting adalah menanamkan tanggung jawab pada anak untuk bisa membereskan sendiri mainannya setelah selesai bermain. Alih-alih kaget lalu marah, lebih baik tenang dan berikan pengetahuan pada anak bahwa ia harus belajar untuk membereskan mainan tersebut sendiri.
Jika anak terlihat kesulitan, bantu sesekali . Contoh dari Anda beserta respon emosi yang tepat akan ditiru oleh anak. Jadi anak tahu kapan waktunya untuk mengelola rasa marah, sedih dan kesal dengan baik.
Bahkan mereka juga bisa belajar untuk menunjukkan emosi tersebut dengan porsi yang pas dan tidak berlebihan. Hal ini juga berlaku bagi penggunaan kalimat dalam parenting.
Jika Anda dengan mudah mengeluarkan kata kasar saat melihat mainannya berantakan lalu marah-marah, anak akan menirunya di masa depan.
Takut? Iya. Tidak akan mengulangi ? iya.
Namun anak melakukannya karena dasar takut, bukan karena adanya kesadaran bahwa ia harus membereskan mainan. Perbedaan yang cukup jelas bukan.
Hindari Bertengkar Dengan Pasangan di Hadapan Anak
Selain perilaku Anda kepada anak, ada hal lain yang juga penting untuk diperhatikan. Sebisa mungkin hindari pertengkaran dengan pasangan di hadapan anak. Apalagi jika disertai pertengkaran tidak sehat seperti berkata kasar dan juga bermain fisik.
Anak yang melihat dan belum mengerti akan mudah memahami bahwa marah hingga berkata kasar adalah wajar, dan bermain fisik yang melukai pasangan juga adalah hal yang wajar.
Tentunya Anda tidak mau anak menjadi seorang yang kasar baik verbal maupun fisik kepada pasangannya kelak bukan?
Ini saatnya Anda yang contohkan terlebih dahulu terutama mengingat pentingnya penggunaan kalimat dalam parenting.
Tanamkan juga bahwa bertengkar dengan seseorang adalah hal yang wajar jika dilakukan dengan porsi yang tepat. Bahkan bertengkar dengan pasangan sekalipun pasti akan terjadi suatu saat namun tetap harus dilakukan dengan baik dan benar tanpa saling menyakiti.
Meski bertengkar, bukan berarti Anda dan pasangan tidak sayang lagi. Ini yang penting untuk ditunjukkan pada anak.
Biasakan Kata Maaf
Kata maaf sering kali hilang dalam parenting. Beberapa orang tua mungkin berpikir bahwa buat apa meminta maaf pada anak? kan saya orang tuanya. Lalu darimana anak belajar untuk berkata maaf saat melakukan kesalahan?.
Sebaiknya jika anak melakukan kesalahan ajari ia untuk berkata maaf dengan baik. Begitu pula Anda. Jika Anda sebagai orang tua melakukan kesalahan, anak juga berhak untuk mendapatkan kata maaf dari orang tuanya.
Dengan begitu anak akan belajar bahwa kata maaf ini berlaku bagi siapa saja, tidak pandang usia atau kedudukan seseorang. Hal ini juga dapat mengajarkan pada anak pentingnya berempati terhadap orang lain.
Penggunaan kalimat dalam parenting ternyata berperan cukup besar bagi anak. Maka usahakan untuk tetap berlisan dengan baik dengan siapa saja.
Nah, Anda juga bisa mempelajari tips parenting lainnya yang mungkin bermanfaat :
- 5 Dampak Buruk Tidak Menepati Janji Kepada Anak
- 5 Bahaya Menggelitik Anak Saat Bercanda, Orang Tua Wajib Baca
- 5 Kebiasaan Buruk Orang Tua yang Dapat Ditirukan Oleh Anak
- Menjadi Sahabat Anak: Tips Jadi Orang Tua Bijak Yang Selalu Dirindukan