Push parenting sering kali tidak disadari oleh orang tua diberikan kepada anak. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap manusia itu memiliki keunikan nya masing-masing. Tidak terkecuali anak-anak. Manusia sejak anak-anak memiliki minat dan bakat yang tentunya berbeda-beda.
Diri pribadi yang merdeka dan unik ini dapat digali akan berkembang dengan baik. Perkembangan ini tentu tidak terlepas dari dukungan orang tua sebagai fasilitator di mana sumber utama dari terwujudnya minat dan bakat anak.
Orang tua yang memfasilitasi ini terkadang lupa bahwa anak memiliki keinginan dalam minat dan bakatnya sendiri. Sehingga terkadang orang tua justru mengarahkan anak sesuai kemauannya, bukan atas kemauan anak.
Penentuan berhasil atau tidaknya anak menekuni sesuatu bergantung pada bagaimana lingkungan yang mendukung dan orang tua yang memfasilitasi sehingga mereka memiliki cara untuk meraih keberhasilannya sendiri.
Meski mereka adalah anak Anda, bukan berarti Anda sebagai orang tua berhak untuk mengarahkan minat dan bakat anak sesuai maunya Anda sendiri. Selain memiliki hak untuk hidup, anak-anak juga memiliki hak untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Hal ini mungkin didasari pada seberapa banyak peluang mendapatkan materi jika anak mengikuti keinginan orang tua.
Namun seiring berkembangnya zaman, pekerjaan yang dapat menghasilkan tidak hanya dari yang orang tua anut kesuksesannya saja.
Fenomena ini disebut dengan push parenting. Apa itu push parenting itu?
Mengenal Push Parenting

Push parenting adalah istilah psikologi yang diartikan dengan pola asuh yang menekan hak anak atas nama orang tua, menetapkan target, tuntutan serta standar yang mungkin tidak sesuai dengan kemampuan fisik dan psikologis anak.
Kalimat pengertian tersebut tentu sudah terbayang betapa berbahayanya pola push parenting bagi sisi psikologis anak. Dampaknya tidak hanya pada psikologis saja, tetapi juga dapat menimbulkan dampak fisik.
Pola asuh sendiri menurut Baumrind yang seorang ahli dalam psikologi perkembangan menjelaskan bahwa ada 4 jenis. Yakni authoritarian, authoritative, neglectful dan indulgent. Nah, push parenting ini merupakan gaya dari pola asuh yang muncul tanpa disadari dengan dalih demi kebaikan anak.
Adanya kata “terpaksa” untuk menerapkan sesuatu pada anak membuat anak-anak menjadi mudah marah, memberontak, sulit diatur hingga stres dan depresi.
Penyebab Terbentuknya Push Parenting

Munculnya pola asuh ini dilandasi oleh beberapa hal. Adanya dalih-dalih bahwa penerapan push parenting ini terpaksa diterapkan karena adanya ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan anak yang berlebihan.
Mereka memiliki ketakutan dan kekhawatiran bahwa anak-anaknya akan bernasib sama dengan mereka sekarang ini. Sehingga upaya yang dilakukan demikian keras tanpa memperhatikan kondisi dan kemampuan anak-anaknya.
Padahal tidak semua anak dapat berprestasi pada matematika atau bidang tertentu lainnya. Atau memiliki passion dalam dunia kedokteran seperti orang tuanya. Pernahkah Anda berbicara dan berdiskusi dengan anak akan apa yang anak inginkan? Jika tidak, mulailah dari sekarang untuk banyak berdiskusi dengan anak.
Namun perlu diingat bahwa Anda yang harus lebih terbuka karena apa yang Anda rasakan dan alami pada masa anak-anak tidak sama dengan masa sekarang di mana anak berkembang dan bertumbuh. Jadi jelas pendekatannya harus berbeda menyesuaikan kemampuan anak.
Penyebab kedua adalah orang tua kurang memiliki kesempatan di masa lalu. Jika Anda menyampaikan keinginan agar anak lebih berhasil dari Anda sekarang itu hal yang wajar. Namun memaksakan untuk menjadi apa pada anak ini yang dapat menimbulkan push parenting.
Penyampaian tersebut didasari dari kurangnya kesempatan seperti bersekolah di sekolah yang bagus, adanya fasilitas akademis yang semakin maju dan memudahkan atau bisa juga bekerja dengan bidang yang diinginkan.
Penyebab ketiga adalah adanya definisi sukses yang sempit. Artinya orang tua hanya tahu bahwa sukses adalah dengan memiliki apa yang bisa anak perlihatkan kepada Anda dan orang lain. Misalnya ketika diberitakan seseorang yang sukses mendapatkan beasiswa dan hidup dengan berkesusahan.
Orang tua serta-merta memberikan statement “masa anak ibu/ayah yang punya fasilitas ga bisa begini?!”. Tahukah Anda, jika memang anak mampu dari segi kognitif, motorik hingga usaha, mereka akan memiliki keinginan lebih dari beasiswa yang Anda singgung.
Mereka akan mampu berhasil pada bidang yang disenangi tanpa harus membuktikan persoalan beasiswa tersebut. Keterbukaan orang tua akan ide-ide dan jalan kesuksesan baru di masa sekarang dibutuhkan untuk mendukung anak mewujudkan mimpinya.
Stereotype bahwa anak adalah cerminan orang tua dan obsesi pada citra ideal di media juga membuat munculnya push parenting. Cara orang tua mengakui seseorang yang sukses dari media membuat realita yang ingin diterapkan pada anak terlalu tinggi.
Ekspektasi mereka akan kesuksesan tidak dapat serta-merta diterapkan pada anak hanya dari sumber media saja. Hal ini yang membuat Anda tidak akan pernah puas pada pencapaian anak. Misalnya dengan memberikan komentar “kok B, kenapa gak A?” memangnya anak Anda tidak mau nilai A?
Rasa ketidakpuasan ini akan membuat anak menjadi ambisius tanpa memikirkan faktor risiko dari tindakannya demi menyenangkan Anda. Kalau Anda sudah senang lantas apa yang akan dilakukan?
Apakah menunggu anak memunculkan sisi psikologis yang damage terlebih dahulu baru menyadarinya? Tentu akan terlambat. Anggapan bahwa anak adalah miniature orang tua menyebabkan orang tua tidak dapat membedakan mana kebutuhan Anda sendiri dan mana kebutuhan dari anak.
Tuntutan-tuntutan yang dibebankan pada anak akan membuat mereka seperti dikejar hutang untuk menyenangkan Anda dengan definisi kesuksesan Anda sendiri, bukan dari anak.
Tidak heran jika anak tidak dapat merasakan hidupnya sendiri dan memenuhi keinginan Anda hanya agar anak cepat bisa mandiri dan bebas dari belenggu Anda.
Unutuk memperkaya referensi pengetahuan tentang pengasuhan anak, saya sarankan anda untuk mempelajari beberapa artikel dibawah ini:
- 5 Kebiasaan Buruk Orang Tua yang Dapat Ditirukan Oleh Anak
- 5 Kebiasaan Ini Harus Diperhatikan Orang Tua Dalam Berkomunikasi dengan Anak
Efek Tuntutan Terhadap Perilaku Anak

Berdasarkan jenis gaya pengasuhan, push parenting ini bisa masuk pada kategori authoritarian. Mengapa demikian? Karena dukungan orang tua hanya diberikan jika keinginan anak sama atau sesuai pada keinginan mereka. Anak cenderung tidak diberikan kebebasan dalam bertindak, berpendapat dan mencapai cita-cita sesuai dengan minat dan bakatnya.
Tuntutan yang diberikan dapat membuat anak mengalami masalah pada akademis, perilaku sehari-hari, memiliki rasa takut, cemas, panik bahkan putus asa jika mereka tidak memenuhi keinginan orang tua.
Efek dari push parenting ini juga dapat menimbulkan permasalahan psikologis seperti stres di mana dapat muncul pada gejala fisik yakni mudah sakit dan juga gejala perilaku di luar kenormalan. Tekanan dari orang tua dapat mengubah perilaku anak menjadi lebih keras layaknya anak yang memberontak.
Itulah mengapa menjadi orang tua adalah perjalanan pembelajaran seumur hidup. Anda tidak bisa menerapkan segala hal yang Anda anggap baik namun tidak cocok dengan anak. Tujuan yang baik untuk mendidik anak bukan berarti Anda harus menerapkan cara yang sama dengan masa Anda menjadi anak-anak dulu.
Penyesuaian terhadap diri Anda sendiri, terhadap zaman, terhadap anak dan adanya keterbukaan dapat membantu Anda untuk mengatasi hal ini. Pelajari juga : 4 Tips Bagi Orang Tua Dalam Mempersiapkan Dana Pendidikan Anak.