Interaksi antar sesama manusia merupakan hal yang tidak akan pernah lepas dari diri kita sebagai mahkluk sosial. Interaksi ini melibatkan komunikasi antara satu invidiu dengan individu lainnya.
Komunikasi sendiri mencakup komunikasi verbal dan non-verbal. Ketika seseorang melakukan komunikasi melalui chat, telepon atau bertemu langsung, maka dapat dikatakan mereka sedang melakukan komunikasi verbal antar individu yang sifatnya dua arah.
Dapat dikatakan komunikasi jika terjadi dua arah antara satu individu dengan individu lain nya. Bisa dilakukan dengan dua orang atau lebih. Sedangkan komunikasi non-verbal dapat dilakukan dengan isyarat atau biasanya menggunakan bahasa tubuh. Interaksi yang berlangsung ini pun dapat ditangkap makna nya berbeda-beda pada tiap individu.
Persepsi dan daya tangkap seseorang juga berbeda seiring dengan beragam nya tiap-tiap individu yang ada. Adanya komunikasi sekira nya dapat membantu individu untuk membicarakan lebih lanjut makna dari percakapan mereka agar tidak terjadi kesalahpahaman antara dua belah pihak.
Cara Berkomunikasi Orang Tua Sangat Penting Dalam Proses Perkembangan Anak

Hal ini juga berlaku bagi orang tua terhadap anak-anak nya. Rata-rata anak-anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang membutuhkan kalimat positif yang tidak menyudutkan agar mereka merasa didukung.
Ketika kalimat negatif diberikan oleh orang tua kepada anak, mereka akan mampu untuk merasakan bahwa dukungan diberikan atau tidak. Percakapan yang tepat kepada anak akan membuat nya mudah untuk mengerti maksud dari perkataan anda.
Sering kali kita sebagai orang dewasa yang memiliki banyak urusan, lupa bahwa menghadapi anak-anak membutuhkan kesabaran ekstra. Secara tidak sadar kita sering melontarkan kalimat yang membuat anak merasa sedih dan tidak dibutuhkan.
Lalu kalimat apa saja yang sebaiknya dihindari oleh orang tua kepada anak nya ?. Tentu banyak sekali yang dapat kita eksplor lebih lagi mengenai hal ini.
Namun secara umum dapat kita bahas secara singkat mengenai kalimat yang sebaiknya dihindari ketika bercakap-cakap dengan anak. Hal ini sekaligus mengajarkan kepada anak tentang memahami orang lain dan bertutur kata dengan baik.
1. Hindari Kata “Jangan”

Ketika sedang bermain bersama anak tentu nya kita memperhatikan tingkah laku mereka. Rasa penasaran dan keinginan anak untuk mencoba segala sesuatu hal baru membuat kita untuk lebih waspada dan memperhatikan anak. Sering kita memilih kalimat yang mengandung kata jangan di dalam nya.
Contoh dari kalimat tersebut seperti “Jangan lari nanti jatuh!”. Akan lebih baik jika kita rubah dengan kalimat yang lebih positif seperti “Hati-hati ya lari nya, lantai nya licin”.
Perlu diingat kembali bahwa setiap perkataan orang tua adalah doa bagi anak-anak nya. Sebisa mungkin hindari menggunakan kalimat itu yah.
2. Hindari Labeling Pada Anak

Kalimat yang sifat nya melabeli anak termasuk dalam kategori kalimat negatif. Ketika anak melakukan kesalahan, kita sebagai orang tua secara tidak sadar memarahi anak diikuti dengan labeling. Labeling merupakan penjulukan bagi seseorang yang dapat berujung pada identifikasi diri pada individu yang diberikan label.
Contoh labeling dapat dikatakan seperti “Kamu tuh males banget sih”. Atau dapat juga seperti “Bodoh betul sih kamu”. Jika terjadi secara terus menerus hal ini akan berdampak dari segi psikologis anak.
Mereka akan semakin percaya bahwa diri nya pemalas dan bodoh. Ketika anak sudah mengidentifikasikan diri nya sebagai pribadi yang pemalas dan bodoh, mereka akan menjadi pemalas betulan loh. Karena merasa untuk apa berusaha ? toh orang tua saya sudah menganggap saya bodoh.
Yuk coba kita ganti kalimat nya seperti “Kalo kamu bangun pagi bisa menghirup udara segar loh” atau dengan kalimat “Yuk kita perbaiki yang ini bareng-bareng”.
3. Hindari Menyudutkan Anak

Hampir mirip dengan labeling namun konteks nya sangat berbeda. Menyudutkan anak berarti anda kemungkinan memberikan kalimat seperti “Jangan bohong, Mama tahu kamu bohong”. Kalimat ini dapat di rubah menjadi lebih baik seperti “Kenapa kamu melakukan ini Nak? Ayo cerita sama mama”.
Alih-alih menyudutkannya lebih baik dengarkan penjelasan dari sudut anak. Dengan begitu anak akan merasa diterima dan diberikan kebebasan untuk menjelaskan alasan dari perilaku nya.
Contoh yang seperti ini akan mengajarkan anak untuk menjadi pribadi yang terbuka, jujur, dan belajar mengenai resiko dari semua tindakan nya.
4. Hindari Merasa Tidak Puas Kepada Anak

Anak-anak yang sedang tumbuh belajar dalam lingkup yang memberikan pengetahuan baru bagi mereka. Setiap anak itu unik. Mereka memiliki hobi dan kegemarannya masing-masing.
Beragam mata pelajaran yang dipelajari di sekolah membuat anak memiliki favorit pelajaran nya masing-masing. Tidak semua anak menyukai matematika, atau fisika dan lain nya.
Ketika anak mendapatkan nilai yang kurang hindari menunjukkan ketidak puasan anda pada anak. Biasanya ketidak puasan tersebut ditunjukkan melalui kalimat “Kok nilai nya gak 100 sih” atau dapat juga dengan kalimat “Kenapa nilai rata-rata nya cuma segini sih?”.
Mari kita rubah menjadi kalimat yang lebih baik dan enak didengar seperti “Kamu suka nya pelajaran apa di sekolah?”. Bisa juga dengan kalimat “Kita belajar matematika bareng yuk Nak”. Kalimat positif yang lebih nyaman diutarakan lebih melekat di ingatan anak.
5. Berikan Anak Waktu untuk Menyelesaikan Masalah

Menyelesaikan masalah di sini bukan berarti menyelesaikan permasalahan internal layaknya orang dewasa. Namun merujuk pada penyelesaian masalah ketika ia sedang bermain atau mengeksplor sesuatu.
Hal ini bisa juga datang dari orang tua yang meminta pertolongan anak untuk membantu. Misalnya sedang mencoba untuk menutup botol minum yang di putar.
Ada anak yang harus menelaah terlebih dahulu cara menutup botol minum yang diputar. Kita hanya perlu observasi sejauh mana kemampuan anak dan membantu nya ketika mereka membutuhkan.
Hindari mengatakan seperti ini kepada anak “Sini deh mama aja yang tutup, kamu lama”. Coba kita ganti dengan kalimat yang lebih enak untuk di dengar seperti “Tutup nya diputar kearah kiri ya nak. Coba lagi yuk”. Lebih nyaman untuk di dengar bukan.
6. Biarkan Anak Jika Ia Menangis

Emosi tidak melulu soal marah. Emosi mencakup emosi positif dan emosi negatif. Anak butuh diajarkan untuk dapat memahami perasaan nya sendiri dan melatih pengaturan emosi nya.
Pada kasus yang sering saya temui, rata-rata ketika anak menangis orang tua justru memaksa untuk diam secepat mungkin. Mungkin orang tua merasa malu apabila anak menangis di depan umum.
Namun memaksa anak untuk diam merupakan cara yang sangat berkebalikan. Anak yang dipaksa untuk berhenti menangis karena sesuatu hal akan belajar bahwa menangis itu dilarang.
Ketika larangan ini terpatri diingatan nya, mereka tidak dapat mengolah dan melatih emosi nya. Hasil nya anak tidak dapat belajar kapan, di mana dan dengan cara apa mereka harus mengekspresikan emosi nya secara tepat.
Untuk itu, yuk kita coba damping mereka ketika mereka menangis hingga selesai dengan mengatakan setelah nya “sudah nangis nya ? yuk kita omongin lagi, tadi nangis kan mama jadi ga tau kamu mau nya apa nak”.
Karena menghentikan anak untuk meluapkan emosi nya tidak baik. Emosi yang dipendam oleh anak suatu saat dapat mencuat layak bom waktu jika terus ditekan.
Baca Juga:
- Hukuman Pada Anak, Perlukah Diberikan Oleh Orang Tua?
- 5 Kebiasaan Ini Harus Diperhatikan Orang Tua Dalam Berkomunikasi dengan Anak
Mari kita lebih pahami anak dengan interaksi dua arah dengan mereka. Pembahasan di atas dapat membantu membentuk mental anak menjadi lebih baik dan kuat dengan sendiri nya. Selalu semangat ya parents.